Phenomenal Engineer

Phenomenal Engineer

Kau Melamun, lalu Aku Duduk Disampingmu

| Selasa, 29 November 2011
Pertemuan, entah disengaja atau tidak disengaja, yang direncanakan atau yang biasa saja, bisa membuat insan manusia berbunga-bunga. Terlebih jika yang ditemui adalah orang yang bisa membuat hatinya merasa aneh, riang, dan justru deg-degan. Namun, tak ada yang kebetulan, semoga memang jalan dari-Nya. Sedikit ngarep, karena memang ga dilarang.

Sore tadi, terima kasih untukmu dan tepuk tangan untuk kekonyolan salah tingkahku. Kau begitu mengkonspirasi sususan dalam otakku, membuat apa yang kulakukan berbeda dengan apa yang kupikirkan. Kau membuatku canggung namun tetap merasa ingin terus bersamamu. Waktu terasa begitu cepat, dan kau memabukkanku. Aku seakan tak peduli lalu lalang di depan kita. Yang ingin kuperhatikan hanya senyummu, dan kecerewetanmu ketika sesekali menyanggah argumenku. Kamu tau? Otakku serasa sudah menemukan sesuatu tapi seolah memutar kembali sebanyak putaran bumi untuk dapat mempersembahkannya. Itu semua gara-gara senyummu. Ah, aku memang tak ahli soal ini.

Cinta adalah konspirasi dan koalisi otak manusia, namun kelanjutannya adalah kuasa-Nya. Dan aku selalu berdoa untuk itu, untukmu, untukku, dan untuk kita.

Ternyata ini tulisan pertama yang sedikit menyangkut perasaan cinta penulisnya. Tersangkut juga kebingungan untuk memberi label apa di tulisan ini. Entahlah, yang penting ini murni dari hati.

AMDAL, Semoga Bukan Hanya Kajian yang Ditinggal

| Rabu, 16 November 2011
Kemarin, Selasa 15 November 2011 bisa gue tetapin sebagai hari mengarang bebas se-UTS Fakultas Teknik Unissula 2011. Salah gue sih memang, hanya berbekal informasi soal ujian tahun kemarin yang menunjukkan orientasi “Open Book” dengan mudahnya gue mengambil kesimpulan bahwa ujian kali ini juga bakal menggunakan orientasi yang sama. Alhasil, cari materi pun hanya  J-1, ya 1 jam sebelum ujian dimulai.

Gue menyadari bahwa imajinasi merupakan dasar atau latar belakang dari wujud nyata. Seperti halnya penemuan adalah hasil nyata dari pemikiran. Namun, gue belum sehebat itu, dompet atau hp yang nyelesep entah dimana aja kadang masih sulit gue temuin, solusinya biasanya perlu di missed call dulu. Tanda bahwa bersuara itu akan lebih didengar daripada hanya diam. YA IYALAH!

Seperti halnya kota dan segala bentuk tata ruangnya, apa yang tampak di kota beserta tata ruangnya, beserta baliho-balihonya, yang kadang hanya foto politikus, adalah gambaran dari pelaksana pemerintahannya.

Ketika bencana sering melanda maka tandanya bahwa tidak ada keselarasan antara kemajuan pembangunan dan aspek kelestarian lingkungan. Lalu, apa pembangunan ga boleh berjalan? Boleh.. asal...
Yak hal ini yang membuat gue ingin mempelajari lebih lanjut materi kuliah gue yang notabene justru setelah ujian. Semoga ga dibilang mahasiswa yang aneh.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL adalah sebuah kajian yang seharusnya menselaraskan antara pembangunan dan lingkungan, terutama yang erat kaitannya dengan makhluk hidup, malah justru dijadikan sebuah formalitas bukan prioritas.
Teringat kata seorang dosen, “yang penting kamu tahu dulu, walaupun soal pelaksanaannya, entah. Kamu yang harusnya memulai perubahan”.

Ternyata benar kan, di luar sana, di era pembangunan, justru terjadi benturan, bukan keselarasan antara pembangunan proyek dan kepentingan melestarikan kualitas lingkungan. Semua bercampur aduk ketika soal uang, Undang-Undang ditinggalkan. Terlebih lagi banyak kawasan lindung dijadikan kawasan budidaya, dan kawasan budidaya makin padat. Alhasil terjadilah impact yang imbasnya juga pada kerugian.

 Kok bisa gini? Kemana air bakal mengalir?

 Anak-anakpun merenungi imbas negatifnya. Mau sampai kapan?

Kita, Justru Terasing di Pantai Kita Sendiri

| Senin, 14 November 2011
INDONESIA. Terkenal dengan keindahan laut dan pantainya. Ya pantainya, kenapa bukan laut yang gue garis bawahi? karena garis bawah ga cukup buat laut, disamping luas laut juga dalam. Ga seperti dalamnya hati yang setiap pacar (mungkin) bisa tau.

Kita tahu bahwa semakin luas laut, maka semakin panjang juga garis pantainya. Dan Itu milik Indonesia. Garis pantai yang menjadi perisai tiap pulau dengan keindahan dan kemilau biru putih perbatasan air dan daratan seperti terlihat di Google Maps. Berapa luasnya? Yang jelas sangat luas, gue lagi enggan cari-cari di google karena ini keluar murni dari otak gue dan apapun hasilnya yang keluar, gue tulis. Karena disini gue ingin bahas pemanfaatannya, bukan luasnya. (ngeles, lagi ga konek pake internet soalnya)

*gue semakin berapi-api menulis ini, karena di sisi lain ada pemain Thailand yang dihadiahi kartu merah, maklum lagi nonton bola* Dan gue yakin Indonesia menang.

Di sebagian besar pantai yang gue datangi justru malah bukan warga Indonesia sendiri yang mendapat prioritas. Gue ga lupa ambil foto-foto dan justru ada kisah ironi dibalik foto yang terjepret itu. Untuk jelasnya lihat dibawah ini.


Pantai Bandengan, Jepara – Jawa Tengah

Kesan orang yang pertama lihat memang keren sih, siapa dulu modelnya. Tuh bule juga senyum-senyum aja deket gue. Untung ga gue tembak, takut ga dibolehin pulang. Pada pengen kan?
Eits, apa yang ada dalam foto ga menjelaskan sepenuhnya apa yang terjadi pada kenyataan. Tau ga abis foto ma tuh bule eh gue malah diusir sama satpam resort. Bukannya kita diusir bareng-bareng kek biar tuh bule bisa gue bawa lari.

Aneh kan? Sebagai WNI yang telah membayar kontribusi menikmati pantai malah diusir tak terhormat.
Jadi, pantai itu buat siapa? Resort? Bule?


 Masih di Bandengan, Jepara – Jawa Tengah
(lain waktu dan kesempatan)

Menyenangkan sih memang, tapi dibalik semua itu kita menambah devisa negara dan pendapatan per-kapita atau justru mempertebal kantong swasta? Dan itu swasta asing. Lagi-lagi dijajah.
Baru sadar ketika ya itu tadi diusir satpam resort.


*iklaaaan.. GOOOOOOLLL... INDONESIA* Bener kan insting gue tadi.

Kembali ke pantai, kali ini pantai lokal atau pantai sekitar, sekitar tempat tinggal tepatnya.


 
Pantai Sigandu, Batang – Jawa Tengah

Disini gue bisa masang tampang sok-sokan karena di wilayah sendiri. Disisi pojokan, belakang, atau samping gue mungkin juga ada orang-orang dengan tingkat kealay-an sedang, lagi pose dengan tampang-tampang serupa. Perhatian! Pose ini jangan dilakukan bagi yang kurang ganteng, soalnya justru bisa bikin emosi orang yang liat. Sukur-sukur kalo cuma dilempar kamera sama yang motoin, nha kalo diambilin duyung dari laut orang se-pantai buat nglempar lo? Bisa puyeng kan.

Eh, tapi tau ga? Tempat dimana gue pose sekarang ini udah jadi lautan. Ya terkena Abrasi, air laut yang menjorok ke daratan. Bisa berbagai faktor. Gue ga mau nerangin satu-satu, soalnya perlu buka buku Rekayasa Lingkungan gue ketika semester 5, dan itu masih ditumpukan.
Keliatan jelas kan beda pantai lokal dan pantai kebarat-baratan?

Dunia Ini Bulat, Bulat yang Terkotak-kotak

| Minggu, 06 November 2011

Tahun ini, tahun 2011, tahun dimana segala sesuatu sedang gencar berkembang, apapun itu. Tahun yang juga dikatakan banyak tanggal cantiknya, dimana semua berburu sebuah event sakral agar mendapat keindahan anniversary, juga yang hanya ingin jadian sama gebetan gara-gara tanggal-tanggal tersebut.

Tercipta pula berbagai jargon-jargon aneh yang mendiskriminasikan suatu kelompok tertentu dan sebaliknya, mendewadewakan suatu lawan kelompok tersebut.  Hampir semua ada, seperti stereotype yang menempel pada sebagian orang ketika orang tersebut melakukan hal yang dianggap tabu, agar layak untuk diperbincangkan. Kok jadi Silet? 

Yak Contohnya ALAY, slogan yang lagi hips yang menerangkan bahwa yang mengidap ini adalah orang yang berperilaku ga seperti orang normal dan berlebih-lebihan. What’s wrong dude? Bukankah semua orang punya freak side tersembunyi.  Coba bandingkan orang-orang yang mengkotak2kan seseorang dengan sebutan ALAY sedangkan dia sebisa mungkin ga berbuat alay dan dia ga menjadi diri sendiri. Bukankah itu lebih MENYEDIHKAN?

Tak hanya itu, masih banyak pengkotakkan2an yg entah apa tujuannya. Seperti “kalo lagumu ini, berarti kamu blablabla”, atau “kalo selera fashion mu blablabla, berarti kamu ini”. Pertanyaannya “terus kenapa kalau seleraku seperti itu?” “kamu memfasilitasi?”

Lalu ada lagi banyak anak muda bodoh RASIS di komunitas memalukan ini. Apa dia nggak tahu kalau Tuhan menciptakan manusia sama mulia, sama rentan binasa?

Dunia ini bulat, tapi kenapa penuh dengan pengkotakkan?

Coba lihat dari atas indahnya dunia, dan disitu terdapat berjuta bahkan bermilyar perbedaan. Dimana setiap orang mempunyai keunikan dan cara pandang berbeda.
Banyak orang harus belajar, termasuk belajar dari perbedaan untuk menciptakan persatuan.

MARI HARGAI PERBEDAAN.


| Sabtu, 05 November 2011

What you watch are not real!

Pintar-pintarlah menyerap tayangan televisi.
Hal ini dapat mengubah nurani, cara berpikir, dan tingkah laku manusia.
|
Senin, 3 oktober 2011. 04.30 WIB
Pagi yang cerah di awal bulan Oktober namun sedikit mendung, mendung karena belum tidur semalaman itambah mendung membayangkan bagaimana nantinya jika saya bakal di Rias. Ya! di Rias. Namun semua tak sekejam yang dibayangkan. Wajah yang dasarnya ganteng masih tetap ganteng. #dilemparpenonton #eh pembaca

Ya, dengan alasan didaulat oleh kedinasan untuk menyambut tamu penting yaitu istri orang nomor satu di Indonesia dalam acara Peringatan Hari Batik Nasional bertajuk "Batik, Seribu Tahun Lagi". Tamu itu tak lain dan tak bukan Ibu Hj. Ani Yudhoyono beserta jajaran dan tamu penting lainnnya.

Tiba dilokasi dengan pengamanan sangat ketat dan hening. Menurut saya seperti panitia menyiapkan acara Hari Kemerdekaan. Hikmat dan Malu. Malu karena pertama kalinya berjalan dengan bangga bagaikan para model di panggung catwalk. Ah.. Rasanya waktu bergerak lambat kala itu.

Mendapat berita bahwa Ibu Negara bersama rombongan, kami para penyambut mulai bersiap menempatkan diri di pintu gerbang yang dilengkapi metal detector dan sepanjang jalan digelar karpet merah bak jalur selebriti ketika menerima award di hollywood. Panas tak menyulutkan niat kami karena sungguh suatu kebanggaan untuk menyambut istri orang nomor satu di negeri ini walaupun berbagai isu politik negatif gencar beredar menenggelamkan partai berlambang segitiga dengan berwarna dasar biru tua itu. Sementara, hal itu lepas dari benak saya. "Ini hanya tujuan apresiasi dude, tetap dengan jalani dengan tanggung jawab dan professional", pikir saya positif dalam hati.

Dengan harap-harap cemas namun tetap tegar setia menunggu, padahal dalam hati memikirkan segarnya es teh ketika langsung di tenggak di hari sepanas itu. TULITTULITTULIT. Sontak suara sirene mobil penetral jalan membuyarkan pemikiran anehku. Tanda bahwa Ibu Negara dan rombongan akan segera datang. Beberapa unit bus berlabel executive class terlihat beriringan dan para istri menteri dengan berlambai-lambai sembari memasang senyum paling manis di bibir mereka, semoga bukan senyum palsu.

Di deretan terakhir mulai terlihat sedan mewah berlambang lingkaran dengan garis saling terhubung cirikhas mobil eropa berplat nomor RI 1. Keluarlah sosok yang dinanti, dengan penuh wibawa Ibu Presiden berjalan dan menyalami penuh keramahan para penyambut. Termasuk saya, hanya berjarak sekitar 20inch dari senyum wibawanya. FYI, senyum dengan gigi tak terlihat namun sangat menunjukkan arti senyum itu sendiri, sangat sulit ditiru.

Blablabla..... berlangsung beberapa sambutan dan diskusi yang entah berujung solusi atau tidak.
Akhirnya tiba waktunya untuk menikmati galeri yang sudah dipamerkan dan tidak gratis tentunya. Pemandangan yang ironis sekaligus paradoks. Mencengangkan yang menyedihkan tetapi sekaligus menguntungkan.
Para istri-istri pejabat tak memandang seberapa mahalnya kain batik yang mereka belanjakan, bertebaran uang merah bergambar presiden Soekarno dalam tiap-tiap transaksinya.
Ironis, diluar sana masih banyak fakir miskin dan anak terlantar yang kelaparan, bahkan masih meminta di pinggir jalan dan perempatan lampu merah, mereka malah dengan mudahnya mengeluarkan sesuatu hanya demi sekedar GENGSI. What the f! with that!

Diluar semua itu, BATIK tetap harus hidup seribu tahun lagi! dan berharap tanpa ada asimilasi tangan-tangan dan pemikiran negatif didalamnya.
lalu KORUPSI? Harus MUSNAH saat ini juga.

"Aku ingin melihat batik Indonesia hidup sampai seribu tahun lagi" 
- Ibu Any Yudhoyono

Semoga bukan hanya tulisan tapi juga pelaksanaan nyata. Oleh semua pihak dan lapisan masyarakat.
HIDUP BATIK INDONESIA!
 

Copyright © 2010 WAKE UP AND SEE