Phenomenal Engineer

Phenomenal Engineer

Hari Libur Tetap Bersyukur

| Minggu, 18 November 2012

Sudahkah kamu bersyukur hari ini?

Baru saja atau bahkan seringkali saya melihat linimasa Twitter yang berisi keluhan; justru bukan ucapan syukur atas nikmat yang didapatkan. Contohnya hari libur panjang minggu ini, banyak dari mereka yang memaknainya hanya dengan potongan-potongan kalimat "aah! Hari libur gak ngapa-ngapain!!", "duh! Hari libur kurang lama", "duh! Hari libur belum ada pacaaaar!"... LHOO! oke! Dan seterusnya!

Setiap habis hari libur pasti akan datang hari kerja. Seperti kita sedang duduk di ruang tengah rumah lalu berjalan menuju jendela terdekat untuk kita buka. Kualitas kegiatan yang kita rasakan saat kita 'duduk' akan berbanding lurus dengan perasaan bahagia saat kita 'membuka jendela'. Jika kamu masih mengeluhkan sesuatu setelah 'membuka jendela', jangan-jangan posisi kamu 'duduk' pun kurang mengenakkan. Jadi, sesebentar apapun hari liburmu tetapi jika kamu bersyukur dan menganggap semua menyenangkan, sedikitpun kamu gak akan berat hati untuk kembali memasuki hari kerja.

Seperti saat ini, saya sedang terduduk, saya mensyukuri kebahagiaan-kebahagiaan beberapa hari kemarin, juga meyakini untuk kehebatan-kehebatan hari esok. Nikmat sekali; Tuhan saya Maha Hebat.
Tuhan Maha Hebat, hebat membawa saya yang dulu menjadi saya yang seperti sekarang, juga akan lebih hebat lagi suatu hari. Sekarang, saya memang belum bisa memberi banyak, tapi saya masih belajar dan terus belajar agar kelak bisa banyak memberi. 

Saya ingat ada beberapa mimpi-mimpi yang saya tuliskan ketika dulu training ESQ sebelum UAN SMA. Mimpi-mimpi itu adalah bahwa saya ingin menjadi:
1) Seorang ayah yang sayang keluarga;
2) Seorang manusia yang berguna bagi manusia lainnya;
3) Seorang insinyur yang fenomenal;
Seingat saya, dulu pernah menuliskan 5, tapi hanya 3 yang saya ingat dengan jelas. Sisanya saya tulis pada saat ini.
4) Seorang developer yang berperan dalam pembangunan dan cinta lingkungan;
5) Seorang direktur yang mampu mengarahkan banyak orang, bukan menyalahkan.

Tuhan benar-benar Maha Hebat, kan? Iya, asal kita percaya.
Lihat saja, saya dulu menulis keinginan nomor 1, kemudian Tuhan menganugerahi saya sebuah keluarga yang penuh kasih sayang, memberi banyak pelajaran dari tiap belaian. Karena semua berawal dari keluarga, itu semua akan saya bawa kelak ketika berkeluarga. Saya menulis nomor 2, kemudian Tuhan memberi saya kemampuan untuk cepat belajar, menganugerahi saya teman-teman yang luar biasa, membuat saya mengerti arti saling mengisi dan melengkapi. Saya menulis nomor 3, bahkan sebelum saya tahu saya mau masuk jurusan apa di Perguruan Tinggi. Sekarang, saya telah dianugerahi gelar Sarjana Teknik. Ya, seorang insinyur, kawan!


Saya percaya bahwa keajaiban dari berani bermimpi adalah adanya hal-hal menakjubkan yang Dia tunjukkan dalam perjalananmu menggapainya. Saya hanya tinggal percaya, Tuhan akan mengerjakan sisanya; mimpi nomor 4 dan 5.

Bersemangatlah! Yang bekerja, sudah ditunggu penerapan ilmu dan penyerapan tenaganya untuk negara. Yang sekolah, sudah ditunggu beribu-ribu ilmu untuk nantinya diterapkan.

Jadi, sekarang jangan kebanyakan 'duduk', bisa bikin encok sama pegel-pegel katanya. Hehe.


Pertama Kali, Kini, dan Mimpi untuk Nanti.

| Rabu, 15 Agustus 2012


Segala sesuatu yang pertama kali itu identik dengan sesuatu yang kita cari sendiri cara untuk menjalaninya. Seperti halnya sekolah pertama kali, pacaran pertama kali, kuliah pertama kali, atau bahkan apa saja hal-hal yang kita lakukan pertama kali. Ternyata dari semua itu, kita semua punya yang namanya ‘naluri’, untuk melakukan sesuatu yang memang baru pertama kali lalu menuliskan adaptasi dan menyimpannya dalam memori otak kita. Intinya yang pertama kali itu bikin bingung. Makanya saya memilih bercerita sejak pertama kali kuliah hingga saat ini di sini daripada terlalu memusingkan laporan Tugas Akhir tentang metode pertama kali di Indonesia.

Sejak dulu pertama kali menginjak bangku kuliah hingga sekarang sudah mau menginjak mimbar wisudawan, sebenarnya sudah banyak cerita, suka, dan duka tertoreh. Ada banyak nilai-nilai ilmu hingga nilai persahabatan. Mulai dari saya yang belum mengenal apa itu teknik sipil hingga sebentar lagi dituntut tanggung jawabnya untuk menerapkan ilmunya kepada masyarakat sipil.

Ngomong-ngomong soal perkuliahan anak Teknik sipil, sebenarnya bisa dibilang susah-susah tapi mudah, dan tetap semua tergantung pada niat dan motivasi diri masing-masing. Buktinya, sudah ada teman-teman saya yang tumbang perihal kesetiaan, kesetiaan pada fakultas dengan alasan macam-macam. Saya juga tak yakin mereka adalah orang yang setia juga pada pasangannya. Hahaha.

Kuliah di jurusan teknik sipil itu emang banyak yang bilang jurusan paling sulit dari semua jurusan, mulai dari tugas kecil hingga tugas besarnya. Tugas besar adalah tugas yang wajib dikerjakan dan menjadi beban di tiap semesternya. Semua bidang teknik sipil mulai dari transportasi, struktur, sumber daya air, hingga manajemen proyek semuanya tercakup dalam tugas besar tersebut. Tugas besar ini mungkin yang menjadi hal paling berat, yang walaupun dijalani sebenarnya sih aman terkendali aja. *naikin kerah*

Saya merenung dan saya menyadari, sebenarnya masih sedikit ilmu yang saya dapatkan dibanding lamanya masa perkuliahan. Tapi keinginan untuk sukseslah yang membuat saya ingin tetap belajar. Keinginan untuk bekerja sebelum membuka lahan pekerjaan, insya Allah. Keinginan untuk merealisasikan mimpi. Mimpi bekerja di perusahaan kontraktor ternama walaupun sebenarnya lapangan kerja bagi lulusan teknik sipil sangat luas. Mimpi untuk menjadi kaya lalu mengayakan Indonesia. Mimpi untuk bisa membantu siapapun orang yang membutuhkan. Mimpi yang dibangun bersama kawan sejati, kawan seperjuangan dalam Kerja Praktek. Kawan yang rela menyamarkan namanya demi sebuah kehadiran asistensi, kawan yang rela mengucurkan keringatnya walau bukan demi nama kelompoknya, kawan yang benar-benar bisa disebut kawan. Namun, dia telah lebih dulu dipanggil Tuhan. Kami yakin, kamu pasti kelak ditempatkan di Surga-nya kawan. 

Di sini, di kampus ini banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang tersematkan, juga bermacam-macam karakter orang. Saya jadi mengerti tentang pentingnya kebersamaan, sebuah kebersamaan yang jika kita punya uang kita bantu mereka yang kekurangan, begitu sebaliknya. Sebuah kebersamaan yang membuat kita tak pernah merasa kekurangan, sungguh. Sebuah kebersamaan yang jika demi tugas salah satu begadang, maka yang lain juga demikian. Sebuah kebersamaan yang indah, dan keren. Saya bersyukur punya teman-teman yang begitu loyal, begitu setia kawan, begitu peka terhadap sesama, begitu tak bisa diam berpangku tangan jika yang lain butuh bantuan. Mereka pasti kelak adalah sosok-sosok yang akan saya rindukan, saat kita semua sudah berkeluarga dengan anugerah anak-anak yang lucu yang akan jadi penerus kaya dan tawa kami juga.

Sekarang, yang menjadi keinginan terdekat kami mungkin hanya satu. Angkatan 2008 menjadi para wisudawan dan wisudawati angkatan ke-64. Doa dan usaha siang malam yang sedang kami kerjakan. Semoga hal itu akan menjadi pohon bagi buah yang paling manis, yaitu wisuda pada waktunya. Amien ya Robbal alamiin.

Keringat untuk Menghasilkan Keringat

| Selasa, 01 Mei 2012
May Day... May Day...
Sejak pagi saat mentari mulai menampakkan diri, muncul berbagai teriakan-teriakan menyebarkan kata-kata tersebut. Yang gue tahu istilah 'May Day' adalah semacam kata ganti bagi peringatan Hari Buruh Internasional yang diperingati tiap tanggal 1 Mei. Sejarahnya pada tahun 1800-an berawal dari unjuk rasa besar-besaran di Amerika Serikat dimana para pekerja menuntut untuk dipekerjakan hanya 8 jam sehari (pada masa itu kerja mereka bisa sampai 20 jam sehari). Tiga tahun setelah terjadinya unjuk rasa yang memakan banyak korban para pekerja, maka melalui sebuah kongres di Paris, tanggal 1 mei ditetapkan menjadi Hari Buruh Internasional.

Di kamar yang cukup luas berwarna dinding dominan hijau, yang dipojokannya berdiri perabotan-perabotan jaman dulu, lalu di satu sisi dinding tergantung cermin vintage polesan ulang yang masih kinclong, beserta di salah satu sisi pojokan terdapat dua meja. Satu tempat PC dengan monitor jaman SMP yang masih bisa diandalkan sampai sekarang, dan satu lagi meja kosong untuk sandaran laptop lengkap dengan koneksi LAN. Disinilah gue menghabiskan banyak waktu saat pulang melepaskan diri dari penatnya perkuliahan dan kehidupan perkotaan di Semarang, yang walau sedikit rumit tetep gue cinta tiap jengkal kerumitannya. Ironisnya, sejak pagi hanya dari layar kecil pemberi informasi, BlackBerry, saja gue sesekali memantau informasi 1 Mei. Kelenjar ingus yang sedang giat berproduksi juga berkontribusi dalam kemalasan hari ini. Dan di kamar gue gak ada TV memang. Gue selalu streaming terutama kalo nonton bola, karena internet sungguh bisa diandalkan.

Dilihat dari sejarah May Day sendiri, para buruh identik dengan kerja yang begitu berat dan dengan upah yang tak sebanding dengan pekerjaannya. Di linimasa Twitter, seperti halnya masalah tahun-tahun sebelumnya, yang belum terselesaikan, para buruh meminta gaji yang layak. Karena kebutuhan mereka bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga anak istri. Memang kita semua bisa memilih mau jadi apa kita dengan pekerjaan yang kita miliki. Namun, tidak semua pohon juga menghasilkan bisa buah, tetap ada yang jadi pengusaha tetap ada pula yang jadi pegawainya. Dan saya rasa, syarat keduanya sederhana, saling melengkapi dan memenuhi. Buruh sudah sulit seharusnya tak perlu dipersulit, apalagi ditambah berbagai isu menyedihkan yang menggambarkan kebobobrokan negeri ini.

Namun yang mencengangkan, dibalik penggembar-gemboran kesetaraan masih saja perbedaan kelas-kelas di suatu tempat tertentu. Kemarin sewaktu mengantar temen gue untuk check-up di salah satu rumah sakit, di lobi bangku ruang tunggu gue duduk. Disana ada bermacam-macam orang dengan macam-macam permasalahan kesehatan yang ingin disembuhkan. Gue duduk tepat di depan loket registrasi dan pembayaran. Terlihat seorang ibu dengan raut wajah risau dan gelisah mondar mandir, dia bersama satu anak perempuan belia dan satu balita yang digendong neneknya. Kemana suaminya? ikut persiapan demo mungkin?

Terdengar jelas sekali perbincangan ibu tersebut dengan salah satu pegawai rumah sakit, dimana intinya dia harus meng-opname balita tersebut sedangkan ruang yang tersedia hanya ruang kelas 1. Ibu itu makin panik, gue hanya gak tega dan sesekali mengelus dada untuk berdoa untuknya. Sesekali gue melihat ke balita yang digendong neneknya tersebut, dia menghadap ke belakang sementara neneknya menggoyang-goyangkan badan dan sesekali menepuk-nepuk pantat kecilnya. Dia terdiam lucu, sesekali memandang gue dengan mata nanar berbinar. Gue tersenyum, dia tetap diam lugu dengan mata tetap berbinar, gue yakin matanya memantulkan kesembuhan untuknya kelak.

Mendadak gue jadi tahu gimana perasaan menjadi seorang ayah. Seorang yang berusaha memilin tulang dan otot dengan perasan keringat hanya untuk kebahagiaan anaknya. Kelak, gue merasa juga akan punya seorang gadis kecil, yang di pagi hari nanti gue ikatkan tali sepatunya pada hari pertama dia sekolah, yang mencium tangan sebelum melangkahkan kaki kecilnya ke dunia yang baru, yang ketika dalam malam yang sama gue pulang dia bergegas menghampiri, dan bilang kepada kamu “Ibu, ayah pulang!”.

Ketika anaknya sakit, seorang ayah baik itu buruh atau pengusaha, bisa jadi memeras keringat untuk menghasilkan keringat. Jadi, kita harus benar-benar menghargai mereka. Mereka bekerja untuk membayarkan biaya pengobatan anaknya hingga sembuh. Memeras keringat untuk menghasilkan keringat anaknya, karena kata nenek gue dulu sewaktu gue sakit lalu berkeringat, tandanya akan sembuh. Kata orang dulu pula, ketika dulu waktu kecil kita sakit itu adalah tanda bahwa kita akan beranjak dewasa. Orang dulu memang aneh, tapi kadang ada benarnya. Karena, untuk menjadi dewasa, kita harus merasakan 'sakit' terlebih dahulu. Dengan begitu, atas pelajaran yang diperoleh, kita cenderung untuk menyayangi, bukan menyakiti serta membenci.

Dibalik mereka, para ayah yang memeras keringat untuk menghasilkan keringat, kita kadang justru malas untuk berkeringat. Melangkah untuk mengganti saluran TV tanpa bantuan 'remote', melangkah hanya untuk beli sesuatu di luar rumah, melangkah sejenak ke tetangga mengabarkan keadaannya, dan langkah-langkah kecil yang kita tinggalkan. Seakan kemajuan teknologi sudah mengganti langkah-langkah nyata kita. Ketika langkah kecil berkeringat saja kita sudah enggan melakukan, bagaimana nanti ketika kita sudah melangkah di luar yang mengharuskan kita untuk melakukan langkah-langkah besar demi hal-hal yang besar?

Oh iya, selang setelah sekitar setengah jam kemudian doa ibu itu di dengar. Si balita kecil bermata nanar tersebut sudah dipasang diberi suntikan dan cairan infus pada lengan kecilnya. Si ibu menggendong dia bersama seorang perawat rumah sakit menuju kamar inap untuk si balita.
Semoga cepat sembuh ya, nak. Cepat berkeringat.




Pecundang Pecandu Kecepatan

| Rabu, 25 April 2012
Polisi terus merazia aktivitas geng motor.
Tulisan yang gue baca dari ‘headline’ sebuah berita malam ini di salah satu televisi nasional, yang tercetak agak besar dan tebal dengan huruf Times New Roman di bagian layar paling bawah. Beritanya juga berisi video-video penggambaran aksi geng motor, yang sebenarnya juga aksi konyol menyusuri tiap jengkal jalan dengan kedok adu kecepatan. Selain itu, mereka juga sudah cukup terkenal melalui aksi-aksi brutal di supermarket mini yang terekam di CCTV. Mungkin mereka orang yang bodoh, namun sok brutal biar terlihat sangar. Buktinya otak di tempurung kepala mereka tak pernah memunculkan pemikiran bahwa mending mereka muncul di situs luar negeri pengunduh video berlabel ‘Youtube’, dengan kemampuan menyanyi atau bela diri, daripada dengan sensasi brutal seperti ini.

Bukan prestasi lagi yang mereka torehkan dibalik riuh rantah perjalanan negeri ini dari kebobrokan. Mereka hanya menambahkan daftar panjang macam-macam tindak kejahatan yang makin lama justru membuat rakyat negeri ini memberi hujatan. Selayaknya para pemain sinetron berjilid yang bikin dahi para penontonnya mengeryit, tanpa sebuah konklusi positif atau sebuah antiklimaks yang membahagiakan tanpa jeda iklan, mereka berhasil mempermainkan emosi kami, yang menontonnya melalui berita. Sejak pagi kami bangun dari mimpi yang merupakan bunga tidur, hingga malam kami akan melanjutkan mimpi. Gue rasa, mungkin tayangan berita itu semacam sinetron bergenre baru berkedok penyampaian informasi. Hanya tayangan-tayangan olahraga kala pagi, dengan ‘background’ musik rock agresi, yang cukup memotivasi tanpa kata basi. Do you always think that bad news is good news, huh?

Gue sempet juga berpikir bahwa kenapa tak diboikot saja berita yang memberitakan tentang kebobrokan, kekacauan, yang mungkin dilebih-lebihkan? Kenapa lembaga sensor tidak merambah juga ke jalur pemberitaan yang kini mulai meregenerasi menjadi jalur pempropagandaan, daripada tetap berjalan di tempat, menyeleksi film horor tak layak tonton yang akhirnya tertonton juga? Karena berita-lah yang membentuk moral dan paradigma pemirsanya, yang menonton tiap mereka bangun dan akan tidur. Segala tindak kejahatan dari perampokan, pembunuhan, sampai pemerkosaan dibawah umur sudah menjadi menu sehari-hari. Sudah begitu bobroknya kah negeri yang kita tinggali ini?

Kembali soal geng motor, yang seolah-olah mereka mulai semakin berani. Mengambil habis semua jenis kejahatan untuk mereka lakukan. Kasus terbaru menerangkan bahwa hanya karena diingatkan ketika mereka sedang liar balapan, naluri sok sangar mereka tidak terima hingga akhirnya berakhir pahit dengan pembunuhan. Lalu, di kelompok lain mulai tak terima dan melakukan perbuatan serupa, walaupun entah kata salah seorang dari mereka niat awal mereka berkata untuk tidak sampai ke hal keji seperti itu.

Coba kita bertanya ketika mereka sedang sendirian, sedang nyaman mengendarai kendaraan kesayangan, apakah mental keberaniannya akan sama ketika mereka berramai-ramai? Gue rasa tidak, mungkin mereka justru seperti anak kecil cengeng yang tak lucu yang selalu berlindung di ketiak ibunya. Dan justru sering menangis jika diledek teman-temannya. Mereka tak ubahnya seorang pecundang yang berkedok sebagai pecandu kecepatan biar terkesan sangar. Mereka tak menyadari bahwa nyawa dan kenyamanan begitu berharga, bila dibandingkan perasaan luar biasa ketika membuat kericuhan dan menggeber gas hingga terbang melayang.

Negeri ini bukan komedi, bro!
Gue hanya berharap akan ada pengganti kenegatifan mereka dan bermunculan banyak lagi para geng motor baik yang cinta lingkungan, yang rela mengalah ketika ada yang lebih tua menyeberang, dan tak segan untuk cium tangan orang tua yang telah membesarkan mereka.
Lalu, untuk media pemberitaan yang sering memperkenalkan sepak terjang mereka dan kejahatan lainnya di pagi buta, siang, hingga tengah malam. Ubahlah ‘tagline’ kalian dalam bekerja menjadi ‘NO BAD NEWS, IS GOOD NEWS’. Sounds better, huh? 



Bukan Hanya Momen Bersalaman dengan Rektor

| Senin, 23 April 2012
Pagi kemarin, bertepatan dengan wisuda ke-63 dan hari pertama ujian di kampus, bisa dibilang pagi yang cukup panas. Panas dalam arti sebenarnya, juga panas pusing memikirkan jawaban ujian yang sedang dihadapan. Sejenak pikiran melayang membayangkan suasana wisuda yang kebetulan juga sedang dilaksanakan di kampus tercinta. Dimulai sejak masuk gerbang, pengamanan sudah berlipat ganda dari hari biasanya. Berjejer pula mobil-mobil dari berbagai jenis, mulai sedan dengan isi silinder kecil, sedan mewah yang diharuskan memakai Pertamax, sampai minibus dan bus, yang membawa iring-iringan keluarga dari sang wisudawan maupun wisudawati. Dari papan baliho sudah terlihat berbagai MMT ucapan selamat bagi wisudawan, dan juga berbagai propaganda iklan yang terpasang. Tiap fakultas juga sudah menyiapkan diri masing-masing untuk menyambut putra-putri terbaiknya nanti di wisuda fakultas.

Di sisi lain, para wisudawan wisudawati juga mempersiapkan fisik, mental, juga dandanan. Para laki-laki membeli kostum kemeja putih berbawahan celana kain hitam dilengkapi dengan ikatan dasi yang entah dengan ikatan sendiri atau bukan. Lalu, para perempuan yang mau tak mau harus bangun sebelum subuh untuk dirias dulu agar pacarnya yang ngedampingin nanti pangling, atau justru dengan motif lain, entahlah. Dibalik itu entah juga atas motif apa mereka sudah ingin didaulat menjadi wisudawan dan wisudawati. Apakah mereka sudah terlalu 'tua' untuk merengkuh bangku kuliah, atau memang IPKnya sudah sangat dahsyat berbanding terbalik dengan kemampuannya di masyarakat, atau memang sudah tepat pada waktunya, atau apalah. Ah, gue terlalu sinis saja kali ini. Karena apapun pilihan mereka, gue tak pernah punya hak untuk menghakimi.

Bisa dibayangin sebenarnya wisuda hanyalah sebuah 'ceremony' wajib setelah lulus dari sidang skripsi dilengkapi dengan ujian pendadaran. Sebelum itu, para wisudawan dan wisudawati juga dibekali dengan beberapa pandangan tentang kehidupan dalam masyarakat setelah kita benar-benar menjadi wisudawan atau wisudawati nanti. Di sisi negatif juga berupa peluang untuk menambah pengangguran. Karena banyak statistik yang menunjukkan bahwa ada indikasi tidak sebandingnya jumlah lapangan kerja dengan para pencari kerja. Ya, jumlah pengangguran begitu bejibun. Nantinya, gue hanya mau jadi salah satu orang baik yang bisa mempekerjakan mereka dengan insentif yang layak, dan bukan menjadi bagian dari salah satu mereka. (Amien ya Allah).

Kemarin, gue teringat perkataan teman yang baru aja ngikutin 'ceremony' tersebut.
"Nanti jalanin aja, wisuda itu nyenengin."
"Nyenengin capeknya dari pagi sampai siang, menunggu antriannya, salaman sama rektor terus difoto, lain-lain deh, pokoknya."
Beberapa pertanyaan besar maha dahsyat mulai berlari-lari, memutari labirin-labirin otak yang tak tahu ujungnya dimana bakal berhenti. (Ah, ini sepertinya lebai).
Lalu benarkah hanya seperti itu pemaknaan tentang hajat besar sebuah pengukuhan dengan dana jutaan, hanya untuk momen bersalaman dengan rektor? Benarkah wisuda hanya sekedar 'ceremony' pembentuk gelar? Atau ajang pembuktian bahwa kita punya pendamping yang cantik atau ganteng yang menggandeng kita erat dalam momen-momen pengukuhan? (Lagi-lagi pemikiran saya kejauhan ya.)
Oke, tapi selamat ya buat temen-temen yang udah tersemat gelarnya, selamat berkarya. Karena wisuda adalah bukan hanya momen untuk bersalaman dengan rektor, tetapi juga 'link' untuk menuju hebatnya persaingan di dunia luar.

Lalu disamping itu, ada lagi seorang senior tepat satu diatas angkatan gue yang bilang, "Udah gak usah mikir kerja dulu, kamu cukup belajar buat bikin IPK tinggi dan sedikit kemampuan sosialisasi dan komunikasi agar kita bisa berbaur di dunia luar, karena persaingan sangatlah kejam". Secara otomatis, hal ini juga menghancurkan jargon-jargon di kampus yang seolah menyiratkan bahwa ada semacam ungkapan "berorganisasilah sebanyak-banyaknya di kampus, maka itu akan membantu kerjamu". Kesimpulan yang gue ambil adalah kita bisa dalam artian handal dalam berorganisasi namun IPK kita tak mumpuni, itu juga masalah. Karena IPK adalah 'link' untuk mendapatkan akses ke manajer HRD, walaupun entah ada konspirasi apa yang membentuk paradigma-paradigma HRD bahwa mereka seolah-olah luar biasa. Cih!
Intinya kita tak dilarang untuk bersosialisasi dan berorganisasi, tetapi tetap tak melepas tanggung jawab kita terhadap orang tua bahwa kita tetap harus lulus tepat waktu dan dengan nilai yang bisa membuat senyum mereka mengembang. Indah kan ngebayanginnya?

Duh! dalam ujian, gak sadar gue udah terlalu jauh melamun, dan didepan gue masih terpampang lembar jawaban yang terisi belum ada separuh dari soal. Seiring hembus angin dingin dari AC yang udah ditemukan dimana 'remote'nya, otak gue juga mulai dingin mencari jawaban-jawaban yang tersimpan setelah semalam semua kata-katanya udah terekam, tersemayam untuk diungkapkan. Gue gak mau menjadi insinyur abal-abal yang tak bisa mengikuti hebatnya persaingan di dunia luar.
Kalau ujian yang kayak gini aja gak bisa gue kerjain, gimana nanti gue bisa ngadepin ujian-ujian lain dalam kehidupan setelah wisuda dilaksanakan dan gelar tersematkan?

 BUAT GUE, "...." DALAM SEMESTER INI ADALAH "SEMESTER 8". SEMANGAT!

Kita Mampu Bermimpi, Berarti Kita Mampu untuk Tidak Mengotori

| Senin, 19 Maret 2012
Ehm, test! Sepertinya blog gue rada debuan nih udah agak lama gak dicoret-coret. Tiup-tiupin aja dulu, baru ditulisin. Baru semalem baca blognya @dotsemarang, eh! Baru pagi ini mimpinya. Hidup memang berawal dari mimpi, tapi untuk meraih mimpi tersebut, kita harus bangun.

Tentang wisata impian, setiap orang bahkan semua orang, yang pikirannya normal pasti punya impian dan punya gambaran tentang bagaimana tempat wisata yang diidam2kannya. Saya hanya bisa bilang bersyukurlah para orang normal, yang masih punya impian, dan yang tinggalnya di Indonesia tercinta.

Di Indonesia banyak sekali tempat yang indah-indah, udah banyak, kata indahnya pakai pengulangan lagi, saking banyaknya. Lihat saja garis pantai, garis horison yang membujur dari ujung Sabang sampai Merauke. Lalu ke tengah dimana jajaran pulau yang terlihat hijau dari Google Earth, dari hutan lari ke pantai, gak ada habisnya keindahan. Gue ngebayangin pasti Dian Sastro bakal capek kalo ngelakuin apa yang ada di puisinya. Lari ke Hutan, dia menyanyi, lalu lari ke pantai dia teriak. Hutan sama pantai itu jauh, Cinta.

Sesuai sama temanya, gue gak ingin ngebahas puisi biarlah mereka yang ahli dibidangnya yang membahasnya. Disini gue ingin mengungkapkan wisata impian seperti apa yang ada dalam benak gue.

Gue orang Indonesia walaupun wajah Korea, yang bertempat tinggal di Pekalongan, berkuliah di Semarang, dan tempat terjauh yang pernah gue kunjungin sementara adalah Lombok. Jelas terlihat bahwa ketiganya adalah daerah pesisir dan kepulauan dengan potensi wisata kelautan. Ya, laut dan pantai itu memang indah, jenderal!

Oke, mulai dari Pekalongan, yang gak tau jangan langsung tanya. Coba search aja di Google, siapa tahu nama dan foto runner up Duta Wisata 2011nya bisa keluar.

Pekalongan punya banyak banget potensi wisata dari yang bertema kebudayaan, adat-istiadat, serta kelautan dan perikanan semuanya ada. Oke, kita ulas-secara-mungkin-kurang-lengkap ya.

Museum Batik di Kota Pekalongan

Museum batik ini telah diresmikan presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan telah dikukuhkan oleh UNESCO. Di dalamnya ada berbagai ruang koleksi batik dari seluruh Nusantara, mulai batik pesisiran sampai pedalaman. Dan yang paling menarik juga disediakannya workshop batik, yaitu fasilitas yang bisa dijadikan tempat pelatihan secara langsung oleh pengunjung, dan hasil batik yang kita buat bisa dibawa pulang. Keren kan? Bagi temen2 yang bingung cari tempat ngedate yang beda dari biasanya, disini juga tempat yang cocok.

 
Pantai Slamaran, salah satu pantai di Pekalongan

Ironis kan liatnya, ada orang cakep dan cantik berpose tapi tapi ada sampah dimana-mana. Ga mungkin juga kan gue ambilin sampah satu-satu biar keliatan bersih. Mungkin cukup satu sampah chiki aja yang gue bawa sendiri, istilahnya sampah pertama harapannya biar orang yang liat juga ngikutin ambil satu sampah terus buang pada tempatnya gitu.

Tapi kenyataannya? Mereka yang pacaran tetep asyik di pojokan, dibawah pohon cemara.
Berharaplah biar ada angin kenceng terus ngehanyutin tuh sampah2 menggunung jadi satu.
Gue pikir mereka yang tak mau bermimpi dan hanya mampu mengotori, bisa dikatakan mereka telah merusak impian orang lain.

Museum Batik dan salah satu pantai adalah sebagian kecil potensi wisata di Kota Pekalongan, yang pengen eksplorasi wisata lain bisa dateng sendiri ya. Jangan bawa sanak saudara atau temen2 yang cantik #eh.

 

Copyright © 2010 WAKE UP AND SEE